Riauterkini- PEKANBARU – Tekanan publik yang masif dari elemen masyarakat Riau berhasil membatalkan rencana kunjungan Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI, Adian Napitupulu, ke Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Pembatalan ini disambut sebagai kemenangan moral rakyat dalam mempertahankan kelestarian hutan dan menolak narasi sesat yang membenarkan perambahan kawasan konservasi.
Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat Riau menyampaikan pernyataan resmi menyikapi pembatalan tersebut. Mereka menilai, gelombang penolakan dari mahasiswa, organisasi pemuda, masyarakat adat, hingga kelompok sipil menjadi penentu utama mundurnya Adian dari agenda kunjungannya ke Riau.
"Kami percaya bahwa pembatalan ini adalah hasil nyata dari tekanan publik yang terstruktur dan masif. Dalam beberapa hari terakhir, konsolidasi kami berhasil membentuk opini publik bahwa narasi Adian bukanlah suara rakyat Riau, melainkan bentuk pembelokan fakta dan penghinaan terhadap perjuangan penyelamatan hutan kami," tegas Givo Vrabora, Ketua Umum HMI Cabang Pekanbaru, salah satu organisasi penggerak aliansi.
Sebelumnya, Adian menyampaikan bahwa masyarakat tidak layak disalahkan atas perambahan kawasan TNTN. Ia menyebut fokus harus diarahkan kepada perusahaan-perusahaan pemegang izin. Namun, pernyataan ini dinilai bias dan mengabaikan kenyataan bahwa perusakan di TNTN juga dilakukan oleh individu yang secara sadar membuka lahan, memperluas perkebunan sawit, bahkan menjual tanah ilegal di kawasan konservasi.
"Kami tidak menolak aspirasi rakyat. Justru kami sedang memperjuangkan masa depan rakyat melalui penegakan hukum lingkungan. Yang kami tolak adalah politisi yang datang tanpa pemahaman dan menyebarkan narasi dangkal. Dia mundur sebelum datang, artinya suara rakyat lebih keras daripada mikrofon parlemen," lanjut Givo.
Ketegasan yang sama disampaikan oleh Koordinator Pusat BEM se-Riau, Teguh Ibnu Taimiyah. Ia menyebut bahwa Adian tidak memahami kompleksitas persoalan lingkungan dan agraria di TNTN serta tidak layak mengklaim dirinya mewakili suara rakyat Riau.
"Adian bukan berasal dari Dapil Riau, tidak mengerti dinamika lokal, dan kedatangannya justru akan memperkeruh situasi. Kami siap menyambutnya dengan aksi damai, tapi ternyata ia sendiri yang memilih mundur. Ini kemenangan mahasiswa dan masyarakat Riau melawan intervensi politik yang menyesatkan," tegasnya.
Senada dengan itu, Ketua Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Pelalawan (HIPMAWAN), Taufik Hidayat, menilai bahwa pernyataan Adian sangat meremehkan persoalan serius yang tengah dihadapi masyarakat Pelalawan, wilayah yang menjadi lokasi langsung TNTN.
"Kami tinggal berdampingan dengan kawasan TNTN, dan kami tahu betul bahwa bukan hanya korporasi, tapi juga oknum masyarakat yang telah merambah hutan, membuka lahan, dan menjual tanah secara ilegal. Ini soal masa depan kampung kami, bukan sekadar wacana elite," ujarnya.
Menurut Taufik, jika pembenaran terhadap perambah individu terus dibiarkan, maka konflik horizontal akan semakin tajam, kerja-kerja pemerintah menjadi sia-sia, dan masa depan generasi muda Pelalawan terancam.
Sementara itu, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Riau, Datuk Laksamana Heri, menegaskan bahwa masyarakat adat tidak butuh dibela oleh politisi dari Jakarta yang tidak memahami adat, sejarah, dan dinamika lokal.
"Kami tahu siapa yang merusak hutan, kami tahu siapa yang menjual tanah adat di wilayah konservasi. Kami tidak butuh pembelaan palsu dari mereka yang datang hanya demi pencitraan. Kami lebih tahu bagaimana menjaga hutan kami," ujarnya.
Datuk Heri menambahkan, ketidakhadiran Adian merupakan bukti bahwa suara rakyat masih mampu menggugurkan narasi elitis yang coba dipaksakan dari luar.
"Kami menolak Adian bukan karena siapa dia, tapi karena apa yang dia wakili: narasi pembenaran terhadap pelanggaran hukum. Riau sudah cukup rusak untuk kembali dipolitisasi. TNTN bukan panggung politik. Ini tentang warisan ekologis," tegasnya.
Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat Riau juga menegaskan komitmennya untuk terus mendukung Satgas Penanganan Kawasan Hutan (Satgas PKH), yang selama ini dianggap bekerja dengan pendekatan humanis, tegas, dan berpihak pada hukum.
"Yang kami butuhkan adalah keberanian negara, bukan simpati kosong dari politisi luar daerah yang tidak paham akar persoalan. Satgas PKH sedang berada di jalur yang benar, dan kami akan berdiri bersama mereka selama upaya ini berpihak pada kelestarian lingkungan dan keadilan sosial," pungkas Givo.
Bagi mereka, batalnya kunjungan Adian bukan sekadar kemenangan aksi jalanan, melainkan kemenangan moral rakyat Riau dalam menjaga hutan, menegakkan hukum, dan menolak segala bentuk politisasi isu lingkungan.*** Rls