Riauterkini- PEKANBARU- Pemecatan Dedy Sepriwandi, MPd sebagai Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) semakin menyita perhatian.
Keputusan tersebut dianggap tak hanya sepihak. Tapi juga karena mengangkangi proses hukum kini sedang bergulir. Seperti diketahui, dualisme kepemiminan PGRI di pusat antara kubu Dr Drs H Teguh Sumarno MM dan Prof Dr Unifah Rosyidi MPd sedang berproses di Mahmakah Agung (MA).
Salah satu amat putusan sebelumnya terkait proses hukum yang sedang berlangsung, masing-masing kubu hingga ke kepengurusan daerah tidak boleh membuat tidak membuat kebijakan apa pun sebelum ada inkrah atau keputusan hukum bersifat final dan mengikat. Termasuk perihal yayasan yang merupakan bagian dari aset PGRI.
"Ini jelas melanggar aturan. Ini namanya sepihak," kata Ketua Pelaksana Tugas (Plt) PGRI Riau, Taufik SH MH," Ahad (13/4/25).
Mengenai kepengurusan PGRI di pusat, menurut Taufik, di pengadilan Jakara sebenarnya sudah dimenangkan kubu Teguh Sumarno. Kemudian digugat kubu Unifah Rosyidi melakukan kasar di MA yang saat ini sedang bergulir.
Di Riau sendiri Taufik tidak membantah, dampak dari dualisme kepengurusan PGRI di pusat juga berimbas. Dimana kepengurusan PGRI pimpinan Dr Adolf Bastian MPd yang sempat terpilih sebelumnya di Pekanbaru melalui Konfrensi XXIII PGRI Riau di Hotel Furaya pada Sabtu 13 Juli 2024, merupakan pendukung kubu Unifah Rosyidi. Karena kepengurusan PGRI dinyatakan dalam status quo, Adolf belum dilantik.
"Proses hukum ini sebenarnya sudah dimenangkan kubu Teguh Sumarno. Pak Adolf adalah berada di kubunya Unifah Rosyidi. Karena proses hukum sedang berjalan, lalu dinyatakan sratus qou, tak boleh ada kebijakan apapun. Lalu kenapa tiba-tiba ada putusan memberhentikan Kepala SMK PGRI Riau. Inikan jelas mengangkangi aturan," jelas Taufik.
Taufik yang merupakan Plt Ketua PGRI hasil penunjukan kubu Teguh Sumarno, pasca dinyatakan menang di tingkat pengadilan Jakarta, meminta pihak Adolf tak membuat kebijakan sebelum ada keputusan hukum secara final dan mengikat.
"Jadi kita sangat menyayangkan apa yang dilakukan pak Adolf itu. Karena seakan tak memandang proses hukum yang saat ini sedang berjalan. Seharunya pak Adolf sebagai orang terdidik memahami itu," ungkap Taufik.
Taufik pun meminta kepada pihak Adolf agar gentle menunggu proses hukum yang sedang bergulir. Jika proses kasasi ternyata dimenangkan pihak Unifah, maka silahkah menjalankan organisasi dengan benar. Tetapi jika kubu Teguh Sumarno tetap dinyatakan sebagai kubu yang sah, maka harus legowo menghormati aturan sesuai AD/ART PGRI.
Sebagai informasi, masa jabatan Dedy sebagai kepala SMK PGRI adalah empat tahun. Terhitung 1 Desember 2023 hingga 30 November 2027. Namun pihak Adolf melaluo Eka Satria selaku ketua, dan Bantuan selaku Sekretaris Yayasan Pembina PGRI Riau justru melakukan langkah profokatif dengan memecat Dedy tanpa alasan yang jelas.
Darussalim SH MH didampingi Akil Pernando SH MH, selaku pengacara Dedy Kamis (10/4/25) lalu sangat menyayangkan. Apalagi pemecatan Dedy diduga diiringi intimidasi secara personal.
"Pada 14 Maret, klien kami didatangi Eka Satria dan Bantuan dan tiga orang perwakilan yayasan meminta agar Dedi mengundurkan diri. Jika tidak permasalahan masalah hukum di sekolah akan naik ke ranah hukum. Klien kami tak memahami apa yang dimaksud masalah hukum. Karena tak merasa tak melakukan kesalahan. Inikan sudah bentuk intimidasi dan sangat disesalkan. Namun klien kami tidak mengubris, klien kami tetap bertahan," jelas Darussalim.
Hingga akhirnya SK pemecatan pun dilayangkan kepada Dedy. Pergantian kepala SMK PGRI Riau kepada Sri Sugiarti, SEpun terkesan dipaksakan. ***(mok)