Riauterkini - PEKANBARU - Usai membantah terlibat pada dugaan SPPD fiktif di sekretariat dewan DPRD Riau, Muflihun mantan sekwan DPRD Riau melaporkan adanya dugaan pemalsuan tanda tangan pada dokumen Surat Perintah Tugas (SPT) dan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) tahun anggaran 2020 itu. Dugaan ini Ia laporkan ke Polresta Pekanbaru, Minggu (15/07/25) kemarin.
Ia mempermasalahkan dokumen SPT Nomor: 160/SPT/ dan SPPD Nomor: 090/SPPD/, terkait perjalanan dinas konsultasi mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Penyelenggaraan Kepemudaan ke Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, yang dijadwalkan berlangsung pada 2 hingga 4 Juli 2020.
Muflihun menegaskan bahwa tanda tangan yang tercantum dalam dokumen tersebut bukan miliknya. “Saya pastikan tanda tangan itu bukan saya yang buat. Itu jelas dipalsukan,” tegas Muflihun dalam keterangannya resminya kepada media.
Menurutnya, langkah pelaporan ini berawal dari investigasi internal yang dilakukan oleh tim hukum Muflihun. Ahmad Yusuf, selaku kuasa hukum, menjelaskan bahwa hasil penelusuran terhadap dokumen lama menunjukkan indikasi kuat adanya pemalsuan yang diduga dilakukan oleh oknum di lingkungan Sekretariat DPRD Provinsi Riau.
“Kami menemukan dokumen yang secara terang benderang menggunakan tanda tangan palsu klien kami. Dugaan kami, perbuatan ini dilakukan oleh pihak internal, yang saat itu memiliki akses langsung ke dokumen-dokumen keuangan dan administrasi,” ujar Ahmad Yusuf.
Ahmad Yusuf juga menduga bahwa praktik serupa bisa saja ditemukan pada dokumen-dokumen lain yang saat ini telah berada di tangan penyidik Polda Riau, terkait perkara dugaan SPPD fiktif Tahun Anggaran 2020–2021.
“Kalau seluruh SPT dan SPPD itu ditunjukkan kepada klien kami, besar kemungkinan akan ditemukan lebih banyak tanda tangan yang dipalsukan. Ini bukan kesalahan klien kami, melainkan diduga dilakukan oleh otak intelektual yang ingin mencuri dari kas daerah, lalu melemparkan kesalahan kepada klien kami,” tegasnya.
Penasihat hukum lainnya, Weny Friaty, mengaitkan pola pemalsuan tersebut dengan kasus SPPD fiktif yang menimpa Plt. Sekretaris DPRD Riau sebelumnya, Tengku Fauzan Tambusai.
“Kami teringat saat Tengku Fauzan diadili, muncul nama-nama staf internal seperti Deni Saputra dan Hendri, yang diduga memainkan dokumen dan nama pejabat untuk mencairkan dana perjalanan fiktif. Nama-nama ini tidak pernah disentuh secara tuntas,” ujarnya.
Sementara itu, Khairul Ahmad, yang juga tergabung dalam tim hukum, menilai kejanggalan administrasi yang ditemukan saat ini memiliki keterkaitan dengan jaringan lama yang diduga masih aktif di lingkungan DPRD Provinsi Riau.
“Kami tidak ingin klien kami menjadi korban seperti dalam kasus sebelumnya. Kami telusuri satu per satu dokumen administratif, dan pola manipulasi ini sangat mirip. Maka dari itu, Polda Riau harus serius menelusuri aktor-aktor yang sudah disebut secara terang dalam persidangan terdahulu,” bebernya.
Khairul menambahkan, apabila ditemukan pola pemalsuan serupa terhadap pejabat Sekretaris Dewan lainnya, maka dugaan kuat muncul bahwa permasalahan utama bukan terletak pada pejabatnya, melainkan pada aktor-aktor tetap yang bekerja di balik layar.
Dalam sidang perkara SPPD fiktif dengan terdakwa Tengku Fauzan Tambusai yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada 4 Oktober 2024, sejumlah saksi mengungkap bahwa mereka dihubungi oleh Deni Saputra (staf keuangan) dan Hendri (honorer bagian keuangan), untuk menggunakan nama mereka dalam pembuatan SPPD fiktif. Para saksi mengaku menerima imbalan sebesar Rp1.500.000 per transaksi.
“Mengapa saksi-saksi begitu mudah percaya pada Deni dan Hendri, tanpa konfirmasi ke Plt Sekwan?” tanya tim kuasa hukum dalam sidang kala itu.
Laporan dugaan tindak pidana pemalsuan tanda tangan ini disampaikan dengan dasar hukum Pasal 263 KUHP dan telah diterima oleh Polresta Pekanbaru dengan Nomor: STPLP/533/VII/2025/Polresta Pekanbaru.
Muflihun berharap agar laporan ini menjadi awal dari proses penegakan hukum yang objektif dan berkeadilan, serta dapat menghapus stigma negatif terhadap dirinya.
“Saya percaya hukum masih ada. Tapi saya tidak bisa diam ketika kehormatan saya diinjak oleh ulah orang-orang yang menyalahgunakan jabatan dan dokumen,” tutupnya.***(Arl)