Riauterkini - PEKANBARU - Polemik PT SPR Trada soal merumahkan 18 karyawan terus jadi perhatian publik. Selain itu, SPR Trada yang juga anak perusahaan dari Badan Usaha Milk Daerah (BUMD) PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) ini ternyata juga telah memberhentikan seorang karyawan lebih dulu.
Yakni Staf Perencanaan Divisi Operasional bernama AP Prasetya. Berdasarkan surat resmi pemberhentian tertanggal 17 Oktober 2025 atau tiga hari pasca digelaranya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) pada 14 Oktober 2025.
Namun surat tersebut baru diterima Prasetya pada 28 Oktober 2025. Surat pemberhentian tersebut ditandatangi langsung Direktur Utama PT SPR Trada, Tata Haira.
“Surat itu ditandatangani Direktur Utama baru, Tata Haira, tertanggal 17 Oktober—tiga hari setelah RUPS-LB,” kata Prasetya, Jumat (28/11/25).
Menurutnya, proses yang ia alami tidak mengikuti standar ketenagakerjaan yang lazim. Apalagi pemberhentian dirinya tertanggal 17 Oktober atau tiga hari pasca RUPSLB tersebut seperti sudah ditargetkan.
“Tidak sesuai prosedur. Tidak ada tahapan, tidak ada evaluasi kinerja, bipartit pun tidak dilakukan,” ungkapnya.
Ia juga menyebut tidak pernah diajak rapat atau diberi target baru sejak pergantian direksi. Meski demikian, ia memastikan gaji terakhir masih dibayarkan. Prasetya menilai suasana internal berubah drastis setelah kepemimpinan baru masuk. “Tidak kondusif. Tidak ada figur yang merangkul semua karyawan,” jelasnya.
Ketika ditanya soal tekanan atau perubahan signifikan, ia menjawab singkat: “Jelas ada,” singkatnya. Ia juga menduga keputusan merumahkan memiliki latar belakang lain, meski surat resmi menyebut alasan “efisiensi dan restrukturisasi”. “Saya orang pertama yang diberhentikan, jadi saya tahu konteksnya,” ucapnya.
Prasetya membenarkan jumlah karyawan yang dirumahkan sesuai pemberitaan. “Awalnya saya pikir hanya saya. Ternyata ramai-ramai, dan tidak menunggu tiga bulan sejak direksi baru menjabat,” terangnya.
Prasetya menyebut dampak paling berat bagi dirinya dan rekan – rekannya adalah hilangnya sumber penghasilan. Meski demikian, ia tidak berniat menempuh jalur hukum. “Biarkan saja. Waktu yang akan menunjukkan semuanya,” ujarnya.
“Kami Sedang Membangun SPR Trada”
Prasetya juga menjelaskan bahwa sebelum pergantian direksi, tim internal sedang mengembangkan sejumlah unit usaha yang dinilai berpotensi memberikan kontribusi PAD. Seperti PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan), Pabrik Pengemasan Minyak Goreng Mini, Event Organizer serta berapa unit usaha lanjutan lainnya.
“Semua itu batu loncatan dari minus menuju surplus. Proyeksinya bisa mencapai dividen Rp2 miliar,” katanya.
Namun ia menilai seluruh progres tersebut terhenti setelah pergantian direksi. Selain Prasetya, sejumlah karyawan yang dirumahkan oleh Direktur PT SPR Trada yang meminta identitasnya dirahasiakan mengaku mengalami berbagai persoalan internal sejak pergantian kepemimpinan. Mereka menyampaikan beberapa poin yang dinilai bermasalah.
Pertama, soal objektivitas pemberhentian. Menurut mereka, keputusan merumahkan tidak memiliki dasar penilaian yang jelas, baik dari kinerja maupun masa kerja.
“Pemberhentian tidak objektif penilaiannya ntah kinerja atau lama waktu bekerja karena karyawan yang dipertahankan tidak semua yang waktu kerjanya lama, seperti tebang pilih,” ujar salah satu karyawan.
Kedua, penurunan gaji tanpa musyawarah. Pemotongan gaji dan tunjangan disebut dilakukan secara tiba-tiba tanpa pembahasan bersama karyawan maupun direksi internal. “Tidak ada rapat, tidak ada pemberitahuan awal,” kata karyawan lainnya.
Ketiga, keterlambatan gaji sejak Oktober. Sejumlah karyawan mengaku gaji mulai terlambat sejak direksi baru menjabat. Hingga saat mereka dirumahkan, gaji tidak dibayarkan dengan alasan kas kosong. “Padahal pihak luar masih punya tunggakan ke Trada, termasuk induk. Tidak terlihat ada upaya penagihan,” ungkap mereka.
Keempat, perumahan tanpa surat resmi. Para karyawan menyebut tidak pernah menerima pemberitahuan formal mengenai status dirumahkan. “Informasinya hanya lisan. Ada secarik kertas, tapi tidak pernah diberikan untuk masing-masing karyawan,” kata seorang karyawan.
Kelima, tidak ada ruang aspirasi setelah pengumuman mendadak. Menurut mereka, setelah pemberitahuan lisan mengenai perumahan, direktur tidak membuka ruang dialog. “Direktur justru melempar persoalan ke holding dan kepala operasional. Kami melihat tidak ada konsep atau inovasi usaha yang jelas,” ujar mereka.
Keenam, kepemimpinan dinilai tidak memberikan arah usaha yang jelas.
“Kami tidak melihat adanya konsep baru atau strategi yang disiapkan manajemen. Tidak ada inovasi usaha baru sejak awal menjabat,” kata seorang karyawan yang dimintai keterangan.
Ketujuh, tidak ada komunikasi ketika gaji terlambat. Karyawan juga mengeluhkan absennya komunikasi dari direksi saat keterlambatan gaji terjadi. “Kalau gaji terlambat, tidak pernah ada penjelasan atau permohonan maaf. Bawa diam saja,” ucap sumber lainnya.
Kesaksian ini disampaikan secara konsisten oleh beberapa karyawan yang memilih tidak disebutkan namanya demi keamanan pekerjaan mereka. “Bahkan pada masa Direksi sebelumnya, gaji kami naik dan tidak pernah terlambat,” pungkasnya. ***(mok)
.