riauterkini- Pekanbaru — Satreskrim Polresta Pekanbaru membentuk tim khusus untuk mengusut kasus dugaan perundungan yang menimpa siswa kelas 6 SD Negeri 108 Pekanbaru berinisial MAR (13), yang kemudian dikabarkan meninggal dunia. Pembentukan tim ini dilakukan meskipun pihak keluarga korban belum membuat laporan resmi, menunjukkan keseriusan kepolisian dalam menangani persoalan perundungan terhadap anak.

Kasatreskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra mengungkapkan bahwa tim khusus tersebut terdiri dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Pekanbaru serta unsur konseling, dan didukung keterlibatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Kolaborasi ini bertujuan memastikan penyelidikan berlangsung komprehensif dan berpihak pada perlindungan anak.

“Kita sudah menurunkan tim Unit PPA Satreskrim Polresta Pekanbaru bersama konseling serta menggandeng KPAI,” ujar Bery. Ia menegaskan bahwa seluruh rangkaian penyelidikan akan dilakukan sesuai regulasi dan dengan prinsip kehati-hatian, mengingat kasus ini melibatkan anak di bawah umur.

Pembentukan tim khusus dilakukan sebagai respons atas informasi bahwa korban mengalami dugaan perundungan berulang yang melibatkan siswa lain di sekolah yang sama. Meski belum ada laporan dari pihak keluarga, polisi menilai penting untuk melakukan pendalaman sejak dini guna memastikan tidak ada kelalaian penanganan dan untuk mencegah dugaan kekerasan terhadap anak kembali terjadi.

Bery menyampaikan bahwa penyelidikan kasus ini masuk kategori penanganan khusus. “Dalam kasus anak, penanganannya ada kategori khusus,” ujarnya. Ia juga memastikan perkembangan hasil penyelidikan akan disampaikan secara berkala kepada publik demi transparansi dan memastikan dukungan psikososial tetap menjadi bagian dari proses penanganan.

Dengan kehadiran tim khusus tersebut, Polresta Pekanbaru berharap jalannya penyelidikan dapat mengungkap rangkaian kejadian yang dialami korban, termasuk memastikan ada atau tidaknya unsur pidana dalam dugaan perundungan tersebut. Aparat penegak hukum juga menegaskan bahwa setiap bentuk kekerasan terhadap anak harus diproses sesuai ketentuan hukum tanpa kompromi.***(arl