Riauterkini-PEKANBARU- Risalah Lelang bukanlah bukti kepemilikan atas tanah melainkan baru hanya sebagai bukti pemenang lelang. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XIX/2021 tanggal 8 Juni 2021 dan sesuai dengan Pasal 23, 32 dan 38 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Hal ini terungkap dari pembelaan tim penasihat Hukum terdakwa kasus pencurian dan penggelapan lahan milik PT Tri Bakti Sarimas (TBS) pada persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri Teluk Kuantan, Kamis (1/8/24).
Tim penasihat hukum yang terdiri dari Juffry Maykel Manus SH, Indra M Wicaksono SH MH, Haryo P Hadrianto SH dan Christopher HS Jouwena SH MH, membacakan pembelaan mereka atas terdakwa Bambang Haryono dan Beyamin di depan majelis hakim yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Teluk Kuantan Agung Iriawan SH MH.
Atas dasar putusan MK ini, laporan pencurian dan penggelapan yang dilakukan pemenang lelang yaitu PT Karya Tama Bakti Mulia menjadi mentah dan tak berdasar. Apalagi laporan polisi ini berdasarkan peristiwa yang terjadi pada 2-5 Januari 2024 dimana kebun masih dikuasai PT Tri Bakti Sarimas dan sertifikat masih atas nama PT Tri Bakti Sarimas dan belum dibalik nama. Dugaan pencurian yang dilaporkan hanya berselang beberapa hari setelah pengumuman pemenang lelang atas lahan 17 ribu hektare oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pekanbaru yang diajukan Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada 28 Desember 2024.
"Ini yang membuat saya sedih. Bagaimana mungkin saya mencuri buah di kebun milik saya sendiri," ujar terdakwa Beyamin yang merupakan Direktur Utama PT Tri Bakti Sarimas saat membacakan pledoi pribadinya.
Demikian juga dengan Bambang Haryono, yang juga merupakan terdakwa lainnya. General Manajer Plantation PT Tri Bakti Sarimas itu bingung dengan tudingan pencurian dan penggelapan di lahan yang justru ia awasi seperti laporan PT KTBM.
"Saya baru bergabung dengan PT TBS 6 September 2023, saya tidak paham dan tidak tahu urusan lelang. Saya hanya bekerja untuk berjihad untuk keluarga. Tiba-tiba saya menjadi tersangka dan terdakwa," ujar Bambang.
Yang menarik, pada saat persidangan pembuktian, salah satu tim penasihat hukum lainnya Advokat Haryo P Hadrianto memperlihatkan bukti bahwa sertifikat HGU dan HGB 17 ribu hektare pada saat terjadi peristiwa itu ternyata masih milik PT TBS dan bukan PT KTBM.
"Darimana dalilnya pencurian terjadi di kebun sendiri," katanya.
Haryo menyebut Risalah Lelang yang dikeluarkan KPKNL tersebut bukanlah bukti kepemilikan atas tanah.
"Karena bukti kepemilikan atas tanah adalah Sertipikat Tanah yang terdaftar dan dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional," kata Haryo.
Peristiwa dugaan tindak pidana pencurian sebagaimana Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu tanggal 2 sampai dengan 5 Januari 2024, PT Tri Bakti Sarimas masih menguasai kebun kelapa sawit sebagaimana PT Tri Bakti Sarimas masih menjaga lokasi, menanam dan memanen kelapa sawit serta memproduksi atau mengolah buah kelapa sawit menjadi CPO dan Kernel. ‘’Maka jelas dan meyakinkan tidak terpenuhi unsur.
"Seluruhnya Atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP," katanya.
Kedua terdakwa ini bahkan dituntut hukuman 4 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum karena melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP atau Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pencurian dan penggelapan. Keduanya dilaporkan PT KTBM yang menjadi pemenang lelang.
Kasus ini sempat menjadi perhatian Komisi III DPR RI. Kapolda Riau dan jajarannya sempat dimintai keterangan oleh DPR RI karena ada dugaan intimidasi terhadap PT Tri Bakti Sarimas. Meski sempat mendapat teguran dari DPR RI, polisi tetap melanjutkan dan melimpahkan berkas laporan pidana kedua pimpinan PT TBS ini ke kejaksaan tinggi Riau dan kemudian bergulir hingga babak persidangan di pengadilan.
Pada beberapa persidangan, sejumlah saksi malah mencabut dan mengubah keterangannya di BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Tak hanya itu, tim penasihat hukum dalam beberapa persidangan termasuk di pembelaannya tetap mempertanyakan dasar peristiwa pencurian dan penggelapan yang berbeda antara polisi dan jaksa.
"KTBM melapor ke Polda Riau terkait pencurian dan penggelapan yang terjadi pada tanggal 29 Desember 2023 yang juga tertera di BAP saksi-saksi serta surat penetapan tersangka, surat penahanan di Polda Riau dan di Kejaksaan Negeri Kuansing. Nah di dakwaan jaksa penuntut umun secara tiba-tiba berubah kejadian tindak pidana menjadi tanggal 2-5 Januari 2024," ujar Advokat Indra Wicaksono SH MH, salah satu dari tim penasihat hukum.
Indra mempertanyakan soal ketidaksesuaian tanggal peristiwa pencurian seperti tuduhan PT KTBM yang menjadi dasar dakwaan jaksa penuntut umun dan saat penyidikan polda Riau.
"Baru menang lelang pada 28 Desember 2023, tiba-tiba sehari kemudian ada klaim menjadi milik PT KTBM. Ada proses hukum yang seharusnya dihormati. Belum ada penetapan sita eksekusi dari pengadilan," katanya.
Dengan lahan 17 ribu hektare, dua pabrik pengolahan kelapa sawit, ratusan aset kendaraan dan barang-barang termasuk sekitar 2000 karyawan PT TBS yang mendiami wilayah tersebut.
"Semuanya ada prosesnya, mari sama-sama kita hormati hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ujar Indra.
Sementara salah satu tim penasihat hukum lainnya advokat Juffry M Manus mengungkapkan ia berharap majelis hakim akan menolak seluruh tuntutan jaksa dan membebaskan kedua kliennya itu.
"Kalau ada banyaknya kejanggalan dan keanehan di persidangan, maka ada dugaan kriminalisasi hukum. Dakwaan dan tuntutan seperti ini cacat materil dan harus batal demi hukum, sehingga sudah selayaknya para terdakwa dibebaskan," kata Juffry.*(H-we)