Riauterkini-RENGAT-Pengungkapan kasus illegal logging yang dilakukan oleh tim gabungan Polres Indragiri Hulu (Inhu) yang berhasil menemukan sekitar 300 meter kubik kayu olahan ilegal di sejumlah titik kawasan Hutan Produksi (HP) di Kecamatan Kuala Cenaku, Inhu. Berdampak ekologis yang sangat signifikan.
“Dari temuan itu, yang jelas lingkungan pasti rusak dan ekosistemnya terganggu. Saat ini kami masih menghitung estimasi jumlah pohon yang tumbang serta luasan lahan terbuka akibat aktivitas illegal logging tersebut,” ujar Syamsul Riza Penelaah Teknis Kebijakan UPT KPH Indragiri kepada awak media Jumat (12/12/25).
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melalui Tim teknis UPT KPH Indragiri yang turun langsung ke lapangan yang terdiri dari Penelaah Teknis Kebijakan UPT KPH Indragiri Syamsul Rizal dan Penelaah Teknis Kebijakan UPT KPH Indragiri Waltur Nainggolan, mengungkapkan bahwa estimasi kerusakan hutan akibat illegal logging ini mencapai sekitar 120 batang pohon dengan luasan lahan terbuka sekitar 1,15 hektare.
Perhitungan tersebut mengacu pada hasil survei Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning (Unilak) tahun 2018, yang mencatat kerapatan rata-rata hutan produksi mencapai 104 pohon per hektare dengan volume rata-rata 238 meter kubik per hektare.
“Dengan diameter pohon yang ditebang rata-rata 30 hingga 60 sentimeter dan estimasi kubikasi 2,5 meter kubik per pohon, maka 300 meter kubik kayu setara dengan sekitar 120 pohon. Dari kerapatan pohon tersebut, estimasi lahan terbuka mencapai lebih kurang 1,15 hektare,” ungkap Syamsul Rizal.
Lokasi illegal logging ini diketahui berjarak sekitar 7 kilometer dari Suaka Margasatwa Kerumutan, salah satu kawasan konservasi penting di Riau, kayu diduga diambil dari kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) di luar areal konsesi PT. SPA, dengan jarak penebangan sekitar 2 kilometer dari titik tumpukan kayu, berdasarkan temuan tunggul-tunggul pohon di lapangan.
Terkait penanganan barang bukti, KLHK mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, khususnya Pasal 44, Pasal itu mengatur bahwa kayu hasil pembalakan liar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik atau sosial, atau dilelang apabila disita negara karena berisiko rusak dan memerlukan biaya penyimpanan tinggi.
“KLHK menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat pengawasan dan penegakan hukum kehutanan, serta mendukung langkah tegas aparat penegak hukum dalam menindak praktik illegal logging yang mengancam kelestarian hutan dan ekosistem di Riau,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, pengungkapan
kasus ini dilakukan oleh tim gabungan Polres Indragiri Hulu, Polres Indragiri Hilir, UPT KPH Indragiri, serta Security PT. MSK, yang dipimpin langsung Kasat Reskrim Polres Inhu AKP Arthur Joshua Toreh.
Tim bergerak menggunakan transportasi air (pompong) menyusuri aliran sungai dari Pos Security PT. MSK di wilayah Sungai Simpang Kanan menuju lokasi-lokasi yang dicurigai sebagai titik penumpukan kayu hasil illegal logging.
Dalam operasi tersebut, tim menemukan dua lokasi tumpukan kayu olahan berupa sortimen papan dan broti.
Berdasarkan hasil overlay dengan peta kawasan hutan dan peta perizinan kehutanan, dua titik tumpukan kayu berada di kawasan Hutan Produksi (HP) dan areal konsesi PT. MSK.
Sementara tiga titik rakitan kayu berada di kawasan HP dan areal konsesi PT. SPA. Tim kemudian kembali menemukan tumpukan utama kayu olahan ilegal pada koordinat 00°01’17,1” S - 102°40’59,1” E, yang juga berada di kawasan HP dan areal konsesi PT. SPA.
Hasil pemeriksaan dan pengukuran menunjukkan bahwa kayu olahan ilegal tersebut merupakan jenis meranti, yang termasuk kelompok jenis Meranti/Komersial Satu, dengan total kubikasi diperkirakan mencapai ±300 meter kubik. *** (guh)