
Riauterkini-PANGKALAN KERINCI – Hamparan hijau nenas madu perlahan menjadi ikon baru Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan. Desa yang berada di tepian Sungai Kampar itu kini tumbuh sebagai salah satu kantong produksi nenas madu yang berkembang pesat, tempat tanaman berduri manis itu tumbuh subur di atas tanah gambut yang selama ini dianggap kurang produktif.
Transformasi desa tersebut tidak bisa dilepaskan dari rangkaian program pemberdayaan Community Development (CD) PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Melalui bantuan bibit, pelatihan budidaya, dan pendampingan teknis, masyarakat mulai melihat peluang ekonomi. Perubahan itu tidak hanya menggerakkan roda ekonomi, tetapi juga membangun optimisme baru di kalangan petani lokal.
Di antara para penerima manfaat, kisah Fredi Mahruz, 52 tahun, menonjol sebagai gambaran ketekunan hidup. Tiga puluh tahun lalu, ia meninggalkan kampung halamannya dan menjadi perantau ke Desa Kuala Panduk. Melalui perjalanan panjang Fredi bertemu dengan program CD RAPP dan menjadi awal dari perjalanannya sebagai petani nenas.
Tonggak perubahan terjadi pada 29 September 2022 ketika ia menerima 1.250 bibit nenas dari program CD RAPP. Jumlah itu bagi Fredi merupakan modal besar untuk membangun kebun pertamanya. Ia menanam seluruh bibit tanpa ragu, menjadikannya fondasi pertumbuhan ribuan tanaman yang kini memenuhi lahannya.
Sebelum bertani nenas, Fredi sudah mencoba berbagai pekerjaan, sempat bertahun-tahun bekerja serabutan untuk bertahan menghidupi keluarga kecilnya. Namun dorongan untuk terus berkembang membuatnya tak ragu menjajal peluang baru. Dari situlah ia mulai mengenal nenas, tanaman sederhana yang kelak mengubah hidupnya.
Di masa awal tinggal di desa tersebut, nenas tidak pernah ia anggap sebagai tanaman bernilai ekonomi. Namun seiring waktu dan melalui informasi yang ia peroleh dalam pelatihan CD RAPP, Fredi mulai melihat potensi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Baginya, pengetahuan barulah yang membuka mata bahwa tanaman sederhana itu menyimpan peluang yang jauh lebih luas.
“Padahal cuma nenas, tidak mewah bunyinya, tapi dari sinilah kami hidup. Dulu saya tak pernah membayangkan tanaman kecil berduri ini bisa menghidupi keluarga, menyekolahkan anak-anak. Semua itu baru terasa setelah melihat sendiri bagaimana hasil panennya berkembang, dan dari situ saya yakin bahwa tanaman sederhana pun bisa jadi sumber rezeki besar.” ujarnya.
Ketertarikan Fredi terhadap nenas makin kuat setelah mendengar pengalaman rekannya yang lebih dahulu mengikuti program CD RAPP. Saat perusahaan membuka perekrutan anggota kelompok binaan, ia langsung mendaftar bersama empat warga lain. Keputusannya itu menjadi titik awal ia menekuni budidaya secara serius.
“Beli satu pokok saja Rp5.000, kalau mau banyak ya terasa di kantong. Tapi waktu itu saya mendapatkan 1.250 bibit dari program, dan itu luar biasa bagi saya. Semua langsung saya tanam karena saya ingin lihat potensinya secara penuh. Ternyata dari bibit itu berkembang jadi ribuan tanaman yang memenuhi lahan saya, itulah momen yang membuat saya yakin usaha ini benar-benar menjanjikan,” ungkapnya.
Seiring pertumbuhan bibit, Fredi mengikuti serangkaian pendampingan teknis mulai dari pola pemupukan, teknik peracunan, hingga formulasi pupuk yang tepat. Ia juga mengikuti studi banding ke Sungai Apit dan membawa pulang berbagai ilmu budidaya yang kemudian ia terapkan, menghasilkan perubahan signifikan pada tanaman di kebunnya.
Usaha yang semula hanya beberapa baris tanaman kini berkembang menjadi kebun berisi sekitar 15.000 batang nenas di lahan seluas 2,7 hektare. Pertumbuhan itu juga menarik minat masyarakat lain hingga terbentuk kelompok tani Harapan Jaya Nenas Madu yang kini memiliki 16 anggota.
“Yang lain banyak lahan tapi tak menanam. Kalau saya, sedikit pun jadilah daripada membiarkan lahan kosong. Yang penting ada bibit dan kemauan untuk mencoba dulu. Dari situ saya lihat ada harapan, meski awalnya hasilnya belum besar. Yang penting berani memulai karena hasil itu pasti mengikuti usaha," kata Fredi.
Produksi yang meningkat membuat pasar nenas Fredi meluas ke berbagai daerah. Buah segar dari kebunnya rutin dikirim ke kampung, masuk ke rantai pasok, hingga menjangkau Bangkinang, Kerinci, Padang, Baso, dan Taluk Kuantan. Permintaan yang stabil membuat Fredi semakin yakin untuk mengembangkan usaha turunannya.
Kedepannya Fredi berniat untuk merambah produk olahan seperti dodol nenas. Langkah itu menunjukkan bahwa nilai tambah produk turunan nenas seperti selai dan kue dapat memperluas peluang dan meningkatkan pendapatan petani.
Meski usaha berkembang pesat, Fredi tetap mempertahankan disiplin kerja yang ia bangun sejak pertama menanam nenas. Ia terbiasa bekerja seharian, beristirahat sebentar untuk salat, lalu kembali ke kebun hingga sore. Rutinitas itu ia jalani tanpa mengeluh karena hasil yang ia terima sepadan dengan kerja kerasnya.
“Karena sudah merasakan hasilnya, semangat itu datang sendiri. Rasanya puas kalau lihat tanaman tumbuh lebih baik dari hari sebelumnya. Perawatan yang serius memang butuh tenaga, tapi hasilnya juga ikut lebih maksimal. Itulah yang membuat saya tidak pernah berhenti mengurus kebun ini,” tuturnya.
Kini, saat melihat kebunnya yang dipenuhi lebih dari 15 ribu batang nenas, Fredi percaya bahwa rezeki tidak selalu datang dari langkah besar. Terkadang, justru dari tanaman sederhana yang dirawat dengan konsistensi dan ketekunan, hidup seseorang bisa berubah secara perlahan namun pasti.***(rls)