Riauterkini-DUMAI- Proses hukum terhadap Inong Fitriani (57), seorang ibu rumah tangga asal Dumai, resmi dimulai dengan digelarnya sidang perdana Inong Fitriani di Pengadilan Negeri Dumai pada Selasa pagi, 20 Mei 2025.
Perkara ini menyeret persoalan agraria, sengketa kepemilikan lahan, serta dugaan pemalsuan dokumen yang diduga melibatkan keluarga terdekat.
Dalam ruang sidang terbuka, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Taufik Abdul Halim Nainggolan, SH, bersama dua hakim anggota, Nur Afni Putri dan Hamdan Syarifudin, mendengarkan pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Dumai.
Dakwaan menyebutkan bahwa Inong menggunakan dokumen yang dipertanyakan keabsahannya sebagai dasar untuk menyewakan kios-kios di atas sebidang tanah yang ternyata tidak terdaftar atas namanya.
Pusat perkara terletak pada penggunaan selembar surat dasar berukuran 59 x 81 dp oleh terdakwa. Namun, berdasarkan catatan resmi dari Kelurahan Bintan, dokumen yang tercatat dan diakui hanya memiliki ukuran 9 x 81 dp.
Perbedaan signifikan ini memunculkan dugaan adanya modifikasi yang disengaja terhadap dokumen asli, yang kemudian digunakan untuk menarik keuntungan dari penyewaan kios.
“Surat dengan ukuran tidak lazim itu disinyalir dipakai untuk mengklaim lahan dan memungut uang sewa dari para penyewa kios. Padahal, sertifikat hak milik atas tanah tersebut sudah dimiliki oleh pihak lain,” ujar Rudi Gunawan, SH, seorang pengacara di Dumai yang mengikuti perkembangan perkara ini.
Sidang juga menyoroti kesaksian dari Rosnawati, yang membeli lahan sengketa dari mendiang Siti Fatimah, ibu mertua Inong.
Rosnawati memperlihatkan dokumen tanah yang berukuran 9 x 81 dp, sama dengan data resmi kelurahan. Ini menjadi titik balik penting, karena muncul dugaan bahwa dokumen yang digunakan Inong telah diubah dari versi yang sah.
“Kalau surat asli dari Siti Fatimah dipakai saksi Rosnawati dan diakui valid, maka dokumen yang dipegang Inong dan berbeda ukurannya jelas perlu ditelusuri lebih jauh. Siapa yang mengubahnya? Dan mengapa?” tambah Rudi dengan nada penuh tanya.
Sidang perdana Inong Fitriani ini diprediksi akan menjadi panggung pertarungan argumen antara jaksa penuntut dan tim pembela, yang akan beradu bukti serta saksi untuk menentukan apakah benar terjadi pemalsuan dokumen atau sekadar kesalahan penafsiran administratif dalam proses jual beli lahan.
Publik Dumai menaruh perhatian besar terhadap kasus ini karena menyangkut masalah klasik namun krusial, konflik agraria, praktik mafia tanah, serta dugaan penyalahgunaan dokumen oleh warga sipil biasa.
Persidangan akan dilanjutkan dengan menghadirkan saksi-saksi kunci dan alat bukti yang diharapkan dapat memperjelas duduk perkara kepemilikan lahan yang kini menjadi polemik.*(had)