Riauterkini - TELUKKUANTAN - Penasehat Hukum Aldiko Putra, Citra Abdillah, menilai PH Abriman, semakin ngawur dan tidak memahami substansi yang disampaikan terkait kisruh kedua belah pihak.
"Lain substansi yang dibahas lain yang ditanggapi. Ibarat kita membahas jalur dia malah membahas arena gelanggang. Sepertinya dia lelah, mungkin kurang tidur," kata Citra Abdillah yang akrab disapa Abdi ini, Sabtu (27/5/2023).
Diterangkan Abdi, supaya PH Abriman makin faham, yang menjadi substansi pembahasan adalah terkait isi BAP. BAP ini menurutnya tidak boleh disebarluaskan sembarangan karena menjadi rahasia penyidik.
"BAP ini kan keterangan saksi. Keterangan saksi ini bukan untuk konsumsi publik. PH Abriman malah menyampaikannya di ruang publik, itu kan rahasia penyidik. Ini yang harus dia fahami dulu," terang Abdi.
Sebab, kata Abdi, terbukanya informasi penyidikan tentu bisa berisiko pada gagalnya proses penyidikan untuk mengungkap tindak pidana maupun pelakunya.
"PH Abriman ini kan menyampaikan bahwa itu fakta. Anggap lah demikian, tapi kita bukan membenarkan ya. Itu tidak dibenarkan. Untuk membuktikan fakta atau tidaknya harus berkekuatan hukum tetap. Artinya diuji dulu di Pengadilan. Makanya dia perlu banyak membaca, tapi bukan buku komik ya," sindir Abdi.
Karena menurutnya secara hukum, keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah adalah apa yang saksi nyatakan di pengadilan sebagaimana diatur Pasal 185 ayat (1) KUHAP.
"Itu yang menjadi dasar kita, bukan hanya sekedar katanya-katanya dengan mencari pembenaran melalui statemen tak berdasar seolah-olah benar. Hukum bukan begitu. Kalau hanya sekedar katanya, semua orang juga bisa, umpamanya lautan luas kan ku seberangi tapi berenang tak bisa ya tenggelam dong," beber Abdi.
"Silakan menggali informasi untuk konsumsi pribadi jika selaku PH, tapi tidak untuk publik," ucapnya memberikan pemahaman.
Kemudian Abdi juga menanggapi UU no 18 tahun 2013 yang dikemukakan PH Abriman, yang isinya tidak dijelaskan.
Namun, Abdi menjelaskan UU no 18 tahun 2013 yang berisi tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Siapa pun melanggar ketentuan ini kata Abdi jelas melawan hukum.
"Nah, sekarang kita kembali ke pokok permasalahan, alat berat yang diamankan Kepala UPT KPH Singingi ini, bukan berada di kawasan hutan lindung tapi di kebun karet yang sudah dimiliki puluhan tahun, dan tau-taunya ditangkap, operator dan kernetnya ditahan, coba fikir dimana dasarnya jika itu yang menjadi acuannya," jelas Abdi.
Maka disinilah Aldiko Putra, kata Abdi, turun tangan membelah hak masyarakat, yang diperlakukan semena-mena tanpa dasar yang jelas, dan bukan melawan hukum seperti yang ditudingkan.
"Saat Aldiko minta perlihatkan SK kawasan hutan mereka kan tidak bisa memberikan begitupun surat penangkapan. Ini bukti bahwa apa yang mereka tudingkan kan tidak berdasar. Jadi atas kewenangan apa mereka menangkap alat berat dan menahan operator," tegas Abdi.
Dan lagi kata Abdi, mengapa akhirnya operator dan kernet dilepaskan kembali, jika memang bersalah. "Di sini kita bisa menilai, mereka tidak yakin dengan tangkapannya sendiri," ungkap Abdi.
"Sebenarnya kita malas menanggapi, pernyataan yang receh-receh itu, apalagi tak berdasar. Tapi biarlah demi memberi pemahaman hukum untuk yang lagi belajar," katanya.
Mengenai kawasan ini sebelumnya dipertegas Dosen Hukum Tata Negara Universitas Islam Riau, Ardiansyah, SH. MH tentang kedudukan kawasan tersebut menurutnya masih berstatus quo.
Karena RTRW Riau, belum selesai direvisi setelah dilakukan judicial review di Mahkamah Agung, sekitar tahun 2020 sehingga kawasan hutan di wilayah ini masih berstatus quo.
"Kawasan hutan di situ masih berstatus quo, masyarakat boleh mengelolahnya," sebutnya disadur dari riauin.com.
Bahkan Abriman dinilainya tidak elegan, karena semestinya penangkapan harus berkoordinasi dengan personil Gakkum kehutanan Provinsi Riau, sehingga penangkapan itu menyalahi prosedur dan tidak sesuai hukum berlaku.
Tidak hanya itu, bahkan pemilik lahan AM juga mengakui memiliki surat-surat sejak puluhan tahun. Dia telah menggarapnya dari tahun 70 an dan telah memiliki SKT. Jika memang masuk dalam kawasan hutan lindung, mengapa tidak ada pemerintah memberitahu maupun menegur.
Sebelumnya PH Abriman, Rizki JP Poliang, SH. MH menanggapi masalah BAP ini ketika dikonfirmasi malah balik bertanya, "Apa ada aturan yang melarang,".* (Jok)